Selasa, 13 November 2012

Perencanaan Pajak (Tax Planning)

BAB I
PENDAHULUAN
1.1              Latar Belakang
Hampir seluruh kehidupan perseorangan dan perkembangan dunia bisnis dipengaruhi oleh ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pengaruh tersebut cukup berarti, sehingga bagi para eksekutif komponen pajak merupakan komponen yang perlu mendapatkan perhatian khusus.
Walaupun pajak berpengaruh terhadap segala aspek kehidupan perseorangan dan keputusan bisnis, tidaklah berarti bahwa pajak tersebut tidak dapat dikendalikan.  Memahami dengan baik ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan serta perkembangan dan perubahannya, pada hakikatnya pajak terseut akan dapat dimajemeni dengan berhasil.
Salah satu fungsi manajemen pajak adalah perencanaan pajak (tax planning). Perencanaan pajak itu sendiri sesungguhnya merupakan tindakan  penstrukturan yang terkait dengan konsekuensi potensi pajaknya. Tujuannya adalah bagaimana pengendalian tersebut dapat mengefisiensikan jumlah pajak yang akan dibayar.
 Dalam penyusunan perencanaan pajak harus sudah memahami secara mendalam tentang peraturan-peraturan perpajakan dan selalu mengikuti perkembangan dan perubahan agar perencanaan pajak dapat berfungsi dengan baik dan tidak terjadi suatu kesalahan.
1.2              Rumusan Masalah
Bagaimana tahapan dalam membuat perencanaan pajak?

1.3            Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui tahapan dalam membuat perencaan pajak.


BAB II
PEMBAHASAN
2.1  Kajian Pustaka
2.1.1 Pengertian Manajemen Pajak
Upaya dalam melakukan penghematan pajak secara legal dapat dilakukan melalui manajemen pajak. Namun, perlu diingat bahwa legalitas manajemen pajak tergantung dari instrument yang dipakai. Legalitas baru dapat diketahui secara pasti setelah ada putusan pengadilan. Secara umum manajemen pajak dapat didefenesikan: “Manajemen pajak adalah sarana untuk memenuhi kewajiban perpajakan dengan benar tetapi jumlah pajak yang dibayar dapat ditekan serendah mungkin untuk memeperoleh laba dan likuiditas yang diharapkan” (Sophar Lumbatoruan; 1996)
                        Tujuan manajemen pajak dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
a.       menerapkan peraturan perpajakan dengan benar
b.      usaha efisiensi untuk mencapai laba dan likuidiras yang seharusnya.
Disamping itu, tujuan manajemen  pajak dapat dicapai melalui fungsi-fungsi manajemen pajak yang terdiri dari:
a.       Perencanaan pajak (tax planning)
b.      Pelaksanaan kewajiban perpajakan (tax implementation)
c.       Pengendalian pajak (tax control)
2.1.2 Perencanaan Pajak
Secara garis besar pengertian Perencanaan Pajak (Tax Planning) menurut Mohammad Zain dalam bukunya Manajemen Perpajakan  (2005:43) menyebutkan bahwa: Perencanaan Pajak (Tax Planning) adalah proses mengorganisasi usaha wajib pajak atau sekelompok wajib pajak sedemikian rupa sehingga utang pajaknya, baik pajak penghasilan maupun pajak lainnya, berada dalam posisi yang paling minimal, sepanjang hal ini dimungkinkan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan”. 
 Adapun pengertian Perencanaan Pajak (Tax Planning) menurut Nur Hidayat dalam artikel Tax Planning Bukan Untuk Hindari Pajak  (2005:1) menyebutkan bahwa: Perencanaan Pajak (Tax Planning) adalah upaya menekan jumlah kewajiban pajak dengan cara legal”.
Dari  kedua definisi diatas dapat disimpulkan bahwa perencanaan pajak adalah upaya untuk mengatur pembayaran pajak atau meminimalkan kewajiban pajak dengan tidak melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku, agar pajak yang dibayar tidak lebih dari jumlah yang seharusnya.
Pada umumnya, perencanaan pajak (tax planning) merujuk kepada proses merekayasa usaha dan transaksi Wajib Pajak agar utang pajak berada dalam jumlah yang minimal, tetapi masih dalam bingkai peraturan perpajakan.
Suatu perencanaan pajak yang tepat akan menghasilkan beban pajak minimal yang merupakan hasil dari perbuatan penghematan pajak atau penghindaran pajak, bukan karena penyelundupan pajak yang tidak berdasarkan pada peraturan perundang-undangan perpajakan.

2.1.2  Penghindaran Pajak (Tax Avoidance) dan Penyelundupan Pajak (Tax Evasion)
 Pada umunya penghindaran pajak dan penyelundupan pajak mempunyai tujuan yang sama, yaitu mengurangi beban pajak, akan tetapi cara penyelundupan pajak dalam mengurangi beban pajaknya termasuk perbuatan ilegal atau perbuatan melanggar hukum.
Pengertian penyelundupan pajak dan penghindaran pajak menurut Harry Graham Balter yang dikutip dalam buku Manajemen Perpajakan (2005:49) adalah: Penyelundupan pajak mengandung arti sebagai usaha yang dilakukan oleh wajib pajak-apakah berhasil atau tidak-untuk mengurangi atau sama sekali menghapus utang pajak yang tidak  berdasarkan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku, sedangkan penghindaran pajak merupakan usaha yang sama, yang tidak melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan”.
Sedangkan Pengertian penyelundupan pajak dan penghindaran pajak menurut Robert H. Anderson yang dikutip dan dialih bahasakan oleh Mohammad Zain dalam buku Manajemen Perpajakan (2005:50) adalah sebagai berikut: Penyelundupan pajak adalah penyelundupan pajak yang melanggar undang-undang pajak, sedangkan penghindaran pajak adalah cara mengurangi pajak yang masih dalam batas ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dan dapat dibenarkan, terutama melalui perencanaan pajak”. 
Dari kedua definisi diatas dapat disimpulkan bahwa penyelundupan pajak adalah upaya wajib pajak untuk meminimumkan beban pajak terutang, yang dilakukan dengan cara melanggar undang-undang perpajakan sedangkan penghindaran pajak adalah upaya yang dilakukan untuk meminimumkan beban pajaknya dengan cara tidak melanggar ketentuan perundang-undangan perpajakan. 
Pengertian penyelundupan pajak tidak saja terbatas pada kecurangan dan penggelapan saja, tetapi juga meliputi kelalaian memenuhi kewaiban perpajakan yang disebabkan oleh:
a.       Ketidaktahuan (ignorance), yaitu wajib pajak tidak sadar atau tidak tahu akan adanya ketentuan perundang-undangan perpajakan tersebut.
b.      Kesalahan (error), yaitu wajib pajak paham dan mengerti mengenai ketentuan peraturan perundang-undangan perpajkan, tetapi salah hitung datanya.
c.       Kesalahpahaman (misunderstanding), yaitu wajib pajak salah dalam menafsirkan peraturan perundang-undangan perpajakan.
d.      Kealpaan (negligence), yaitu wajib pajak alpa untuk menyimpan buku beserta bukti-buktinya secara lengkap.
Dengan demikian, penyelundupan pajak dapat pula didefenisikan sebagai suatu tindakan atau sejumlah tindakan yang merupakann pelanggaran terhadap ketentuan perundang-undangan perpajakan, seperti:
a.       Tidak dapat memenuhi pengisian Surat Pemberitahuan (SPT) tepat waktunya.
b.      Tidak dapat memenuhi pembayaran pajak tepat pada waktunya.
c.       Tidak dapat memenuhi pelaporan penghasilan dan pengurangannya secara lengkap dan benar.
d.      Tidak dapat memenuhi kewajiban memelihara pembukuan.
e.       Tidak dapat memenuhi kewajiban menyetorkan pajak penghasilan karyawan yang dipotong dan pajak-pajak lainnya yang telah dipungut.
f.       Pembayaran dengan cek kosong bagi Negara yang dapat melakukan pembayaran pajaknya dengan cek.
g.      Melakukan penyuapan terhadap aparat perpajakan dan atau tindakan intimidasi lainnya.
2.1.3  Jenis-jenis Perencanaan Pajak
Perencanaan pajak tidak hanya dilakukan di Indonesia saja, karena kadang-kadang perusahaan juga harus berhubungan dengan negara di luar Indonesia untuk menjalankan kegiatan perusahaanya. Untuk itu sebelum melakukan perencanaan pajak seorang perencana pajak harus mengetahui jenis-jenis perencanaan pajak terlebih dahulu.
Menurut Erly Suandi dalam bukunya Perencanaan Pajak (2006:122) jenis-jenis perencanaan pajak dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
a.       Perencanaan pajak nasional (national tax planning)
b.      Perencanaan pajak internasional (international tax planning)
Dari kedua jenis perencanaan pajak tersebut terdapat perbedaan yang melekat antara perencanaan pajak nasional dengan perencanaan pajak internasional, yaitu terletak pada peraturan pajak yang akan digunakan. Dalam perencanaan pajak nasional hanya memperhatikan undang-undang domestic
Sedangkan perencanaan pajak internasional disamping undang-undang domestik juga harus memperhatikan perjanjian pajak dan undang-undang dari negara-negara yang terlibat. 
2.1.4. Motivasi Dilakukannya Perencanaan Pajak
            Motivasi yang mendasari dilakukannya perencanaan pajak umumnya bersumber dari tiga unsur perpajakan, yaitu:
a.       Kebijakan perpajakan (Tax policy)
Kebijakan perpajakan merupaka alternative dari berbagai sasaran yang hendak dituju dalam system perpajakan. Dari berbagai aspek kebijakan, terdapat factor-faktor yang mendorong dilakukannya suatu perencanaan pajak.
1)      Jenis pajak yang akan dipungut
Dalam sistemperpajakan modern terdapat berbagai jenis pajak yang harus menjadi pertimbangan. Pertaman, baik berupa pajak langsung maupun pajak tidak langsung. Seperti:
ü  Pajak Penghasilan Badan atau perseorangan
ü  Pajak atas keuntungan modal
ü  Pajak atas impor, ekspor, serta bea masuk
ü  Pajak atas undian atau hadiah
ü  Bea materai
2)      Subjek Pajak
Indonesia merupakan salah satu Negara yang menganut system klasik, dimana ada pemisahan antara badan usaha dengan pribadi pemiliknya yang akan menimbulkan pajak ganda.
Adanya perbedaan perlakuan perpajakan ataspembayaran deviden badan usaha kepada pemegang saham perseorangan dan kepada pemegang saham berbentuk badan usaha, yang menyebabkan timbulnya usaha untuk merencanakan pajak dengan baik agar beban pajak rendah sehingga sumber daya perusahaan dapat dimanfaatkan untuk tujuan lain.
Disamping itu ada pertimbangan untuk menunda pembayaran deviden dengan cara meningkatkan jumlah laba yang ditahan. Bagi perusahaan yang juga akan menimbulkan penundanaan pembayaran pajak.
3)      Objek pajak
Adanya perlakuan perpajakan yang berbeda atas objek pajak yang secara ekonomis hakikatnya sama, akan menimbulkan usaha perencanaan pajak agar beban pajaknya rendah.
4)      Tarif pajak
Adanya penerapan scheduler taxation  tariff yang diterapkan di Indonesia mengakibatkan seorang perencana pajak berusaha sedapat mugnkin dikenakan tariff yang paling rendah.
5)      Prosedur pembayaran pajak
Self assessment system dan payment system mengharuskan seorang perencana pajak untuk merencanakan pajaknya dengan baik. Saat ini system pemungutan withholding tax di Indonesia makin ditingkatkan penerapannya. Hal ini, disamping mengganggu arus kas perusahaan, juga bias mengakibatkan kelebihan pembayaran atas pemungutan pendahuluan tersebut padahal untuk memperoleh restitusi atas kelebihan tersebut diperlukan waktu dan biaya.
b.      Undang-undang perpajakan (tax law)
Kita menyadari bahwa kenyataannya di manapun tidak ada undang-undang yang mengatur setiap permasalahan secara sempurna, maka dalam pelaksanaannya selalu diikuti oleh ketentuan-ketentuan lain (Peraturan Pemerintah Keputusan Presiden, Keputusa digunakan  Menteri Keuangan dan Direktur Jendral Pajak), maka tidak jarang ketentuan pelaksanaan tersebut bertentangan mencapai tujuan yang lain yang ingin dicapainya. Keadaan ini menyebabkan munculnya celah (loopholes) bagi wajib Pajak untuk menganalisis dengan cermat atas kesempatan tersebut untuk perencanaan pajak yang baik.
c.       Administrasi perpajakan (tax administration)
Indonesia merupakan  negara yang begitu luas wilayahnya dan begitu banyak penduduknya, dan sebagai negara yang sedang membangun (developing country) masih mengalami kesulitan dalam melaksanakan secara memadai (property). Hal yang mendorong perusahaan untuk melaksanakan perencanaan perpajakan (tax planning0 dengan baik agar terhindar dari sanksi administrasi maupun pidana karena adanya perbedaan penafsiran antara aparat fikus dengan Wajib pajak akibat dari begitu luasnya peraturan perpajakan yang berlaku dan system informasi yang belum efektif.
Secara umum motivasi dilakukannya perencanaan pajak (tax planning) adalah untuk memaksimalkan laba setelah pajak (after tax return) karena pajak itu ikut mempengaruhi dalam pengembalian keputusan atas suatu tindakan dalam operasi perusahaan untuk melakukan investasi dengan cara menganalisis secara cermat dan memanfaatkrena pemerintahan peluang atau kesempatan yang ada dalam ketentuan peraturan yang sengaja dibuat oleh pemerintah untuk memberikan perlakuan yang berbeda atas objek yang secara ekonomi hakikatnya sama (karena pemerintah mempunyai  tujuan lain tersebut) dengan memanfaatkan:
1.      Perbedaan tariff pajak (tax rates)
2.      Perbedaan perlakuan atas objek sebagai dasar pengenaan pajak (tax base)
3.      Loopholes, shelters, havens
2.2     Analisis Masalah
2.2.1 Tahapan Dalam Membuat Perencanaan Pajak
Dalam melakukan perencanaan pajak tentunya tidak bisa dilakukan dengan sembarangan, tetapi harus melalui tahapan-tahapan yang terperinci agar perencanaan pajak yang dilakukan dapat berhasil sesuai dengan yang diharapkan.
Adapun tahapan-tahapan dalam membuat perencanaan pajak menurut Erly Suandi dalam bukunya Perencanaan Pajak (2006:14) adalah sebagai berikut:
a.    Menganalisis informasi (basis data) yang ada.
Tahap pertama dari proses pembuatan perencanaan pajak adalah menganalisis komponen yang berbeda atas pajak yang terlibat dalam suatu proyek dan menghitung seakurat mungkin beban pajak yang harus ditanggung.
Hal ini hanya bias dilakukan dengan mempertimbangkan masing-masing elemen dari pajak, baik secara sendiri-sendiri maupun secacar total pajak yang harus dapat dirumuskan sebagai perencanaan pajak yang paling efisien. Penti ng juga untuk memperhitungkan kemungkinan besarnya, penghasilan dari suatu proyek dan pengeluaran-pengeluaran lain diluar pajak yang mungkin terjadi. Untuk manajer perpajakan harus memperhatikan factor-faktor internal maupun eksternal, yakni:
1)      Faktor yang relevan
Dalam arus globalisasi dengan tingkat persaingan yang semakin tinggi, seorang manajer perusahaan dalam melakukan perencanaan pajak untuk perusahaannya dituntut untuk benar-benar menguasai siatuasi yang dihadapi, baik secara eksternal maupun internal.
2)      Faktor pajak
Dalam menganalisis setiap permasalahan yang dihadapi dalam penyusunan perencanaan pajak tidak terlepas dari dua hal utama yang berkaitan dengan factor-faktor:
ü  System perpajakan nasional yang dianut oleh suatu Negara
ü  Sikap fiskus dalam menafsirkan peraturan perpajakn baik undang-undangn domestic maupun kebijakan perpajakan.
3)      Faktor non-pajak lainnya
Beberapa factor non-oajak yang relevan untuk diperhatikan dalam penyususnan suatu perencanaan pajak, antara lain:
ü  Masalah badan hokum
ü  Masalah mata uang dan nilai tukar
ü  Masalah pengawan devisa
ü  Masalah program insentif investasi
ü  Masalah factor non-pajak lainnya
b.   Membuat satu  model atau lebih rencana kemungkinan besarnya pajak.
Model perjanjian internasional dapat melibatkan satu atau lebih atas tindakan-tindakan berikut:
1)   Pemilihan bentuk transaksi yang akan dilakukan oleh perusahaan atau hubungan internasional.
2)   Pemilihan negara asing sebagai tempat melakukan investasi atau menjadi residen dari negara tersebut.
3)   Penggunaan satu atau lebih negara tambahan.
c.    Mengevaluasi pelaksanaan perencanaan pajak.
Perencanaan pajak sebagai suatu perencanaan yang merupakan bagian kecil dari seluruh perencanaan strategis perusahaan, oleh karena itu perlu dilakukan evaluasi untuk melihat sejauh mana hasil pelaksanaan suatu perencanaan pajak terhadap beban pajak yang harus dibayar oleh perusahaan. Beban pajak tersebut akan dihitung dengan menggunakan hipotesis sebagai berikut:
1)   Bagaimana jika perencanaan pajak tidak dilaksanakan
2)   Bagaimana jika perencanaan pajak tersebut dilaksanakan dan berhasil dengan baik
3)   Bagaimana jika perencanaan pajak tersebut dilaksanakan tetapi gagal.
Dari ketiga hipotesis tersebut akan mengeluarkan hasil yang berbeda. Kemudian berdasarkan hasil tersebut barulah dapat ditentukan apakah perencanaan pajak tersebut layak untuk dilaksanakan atau tidak.
d.   Mencari kelemahan, kemudian memperbaiki rencana pajak.
Untuk mengatakan bahwa hasil suatu perencanaan baik atau tidak, tentu harus dievaluasi melalu berbagai rencana yang dibuat. Dengan demikian  keputusan yang terbaik atas suatu perencaan pajak harus sesuai dengan bentuk transaksi dengan tujuan operasi. Perbandingan berbagai rencana harus dibuat sebanyak mungkin sesuai dengan bentuk perencanaan pajak yang inginkan. Kadang suatu rencana harus diubah mengingat adanya perubahan perundang-undangan atau peraturan. Tindakan perubahan harus tetap dijalankan walaupun diperlukan penambahan biaya atau kemungkinan keberhasilan sangat kecil.
Pembuatan suatu rencana sebaiknya disertai dengan gambaran atau perkiraan berapa peluang kesuksesan dan berapa laba setelah pajak yang akan diperoleh jika berhasil maupun kerugian jika terjadi kegagalan.
e.    Memutakhirkan rencana pajak.
Meskipun suatu rencana pajak telah dilaksanakan dan proyek juga telah berjalan, namun juga masih perlu memperhitungkan setiap perubahan yang terjadi baik dari undang-undang maupun pelaksanaannya di negara dimana aktivitas tersebut dilakukan
Dengan memberikan perhatian terhadap perkembangan yang akan datang maupun situasi yang terjadi saat ini, seorang manajer akan mampu mengurangi akibat yang merugikan adanya perubahan, dan pada saat yang bersamaan mampu mengambil kesempatan untuk memperoleh manfaat yang potensial. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar