Sabtu, 06 Juli 2013

Current Cost Accounting



BAB I
PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang
Secara umum laporan keuangan disusun berdasarkann model historical cost yaitu menggunakan harga pada saat transaksi dan berasumsi bahwa harga-harga stabil. Penyusunan laporan keuangan berdasarkan modelhistorical cost ini tidak akan mencerminkan adanya perubahan daya beli sehingga laporan keuangan kurang mampu mencerminkan keadaan yang sebenarnya jika terjadi perubahan. Hal ini akan menyebabkan laporan keuangan kehilangan keakuratan maupun ketelitiannya. Laporan keuangan tersebut kurang sesuai jika digunakan sebagai dasar pegambilan keputusan sehingga pihak ekstern maupun pihak intern perusahaan dapat kehilangan kepercayaan terhadap laporan keuangan.
Terjadinya inflasi yang cukup tinggi akan menyebabkan semakin tinggi ketidakakuratan laporan keuangan yang dihasilkan. Agar dapat mencerminkan keadaan yang sebenarnya atau paling tidak mendekati keadaan yang sebenarnya, laporan keuangan dapat disusun dengan menggunakan tingkat harga umum (fair value).
Semakin tinggi tingkat inflasi maka semakin besar perbedaan yang dihasilkan antara laporan keuangan yang disusun berdasarkan nilai historis (historical cost) dengan laporan keuangan  yang disusun berdasarkan tingkat harga umum (fair value). Jika inflasi dan perubahan harga yang terjadi tidak terlalu tinggi maka perbedaan tersebut tidak terlalu besar atau bahkan tidak terjadi.
B.     Rumusan Masalah
Bagaimana  perbandingan antara Historical Cost dan  Fair Value?
C.    Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui gambaran perbandingan antara Historical Cost dan  Fair Value.

BAB II
PEMBAHASAN
A.  Tinjauan Pustaka
1.     Historical Cost
Pengertian
Menurut Suwardjono (2008;475) historical cost merupakan rupiah kesepakatan atau harga pertukaran yang telah tercatat dalam sistem pembukuan. Prinsip historical cost menghendaki digunakannya harga perolehan dalam mencatat aktiva, utang, modal dan biaya.
Maksud dari harga perolehan adalah harga pertukaran yang disetujui oleh kedua belah pihak yang tersangkut dalam tranksaksi. Harga perolehan ini harus terjadi pada seluruh traksaksi diantara kedua belah pihak yang bebas. Harga pertukaran ini dapat terjadi pada seluruh tranksaksi dengan pihak ekstern, baik yang menyangkut aktiva, utang, modal dan transaksi lainnya.
Akuntansi, biaya historis adalah nilai moneter dari ekonomi asli didasarkan  pada asumsi biaya historis dari unit pengukuran yang stabil. Dalam beberapa keadaan, aktiva dan kewajiban dapat ditampilkan pada biaya historis, seakan tidak ada perubahan nilai sejak tanggal akuisisi.
Kelebihan
Penggunaan historical cost dalam akuntansi finansial memiliki kelebihan:
a)      Relevan dalam pembuatan keputusan ekonomi. Bagi manajer dalam membuat keputusan masa depan diperlukan data transaksi masa lalu.
b)      Nilai historis yang berdasarkan data obyektif dapat dipercaya, dapat diaudit dan lebih sulit untuk memanipulasi bila dibandingkan dengan nilai yang lain seperti current cost ataupun replecement cost.
c)      Karena telah disepakati berlakunya prinsip akuntansi pada penggunaan historical cost memudahkan untuk melakukan perbandingan baik antara industri maupun antar waktu untuk suatu industri.
Kelemahan
Kelemahan penggunaan nilai historis antara lain: 
a)      Adanya pembebanan biaya yang terlalu kecil karena pendapatan untuk suatu hal tertentu pada saat tertentu akan dibebani biaya yang didasarkan pada suatu nilai uang yang telah ditetapkan beberapa periode yang lalu pada saat pencatatan terjadinya biaya tersebut.
b)  Nilai aktiva yang dicatat dalam neraca akan mempunyai nilai yang lebih rendah apabila dibandingkan dengan perkembangan harga daya beli uang terakhir. Di samping itu juga terjadi perubahan-perubahan kurs yang cepat atas aktiva dan pasiva dalam valuta asing yang dikuasai perusahaan sehingga mengalami kesulitan dalam perhitungan selisih kurs yang tepat
c)      Alokasi biaya untuk depresiasi, amortisasi akan dibebankan terlalu kecil dan mengakibatkan laba dihitung terlalu besar.
d)    Laba/rugi yang terjadi yang dihasilkan oleh perhitungan laba/rugi yang didasarkan pada asumsi adanya stable monetary unit tersebut tidaklah riil apabila diukur dengan perkembangan daya beli uang yang sedang berlangsung.
e)    Adanya stable monetary unit. Perusahaan tidak akan mempertahankan real capital-nya dan ada kecenderungan terjadinya kanibalisme terhadap modal sehubungan dengan pembayaran pajak perseroan dan pembagian laba yang lebih besar daripada semestinya.
f)   Menyalahi mathematical principle karena berbagai himpunan yang tidak sama dijumlahkan menjadi satu.
g)    Di samping hal-hal di atas akan timbul kesulitan-kesulitan bagi manajemen perusahaan apabila harus mendasarkan pada laporan akuntansi yang disusun atas dasar asumsi.
2.     Fair Value
Pengertian
Sejak akuntansi pertama kali ditemukan, pelaporan keuangan telah diatur sedemikian rupa sehingga laporan keuangan dapat menyajikan informasi yang benar-benar dapat diandalkan untuk pengambilan keputusan. Namun seiring dengan berjalannya waktu, akuntan menemukan banyak celah dalam pendekatan-pendekatan pelaporan keuangan yang telah ada, untuk melakukan fraud (kecurangan).
Hal ini merupakan salah satu sebab munculnya pengaturan akuntansi baru yang berbasis prinsip yaitu IFRS (International Financial Reporting Standard). Dalam IFRS dikembangkanlah pendekatan-pendekatan baru dalam pelaporan keuangan untuk meningkatkan transparansi, akuntabilitas, dan keterbandingan laporan keuangan. Misalnya, ditingkatkannya pengungkapan informasi kualitatif transaksi, pengaturan untuk pelaporan keuangan menggunakan pendekatan prinsip bukan lagi aturan, dihapusnya pos-pos luar biasa, penyajian laporan keuangan diubah untuk mencerminkan sifat laporan keuangan, dan penggunaan pendekatan pengukuran nilai wajar (fair value).
Nilai wajar didefinisikan dalam IFRS sebagai, “the amount for which an asset could be exchanged between knowledgeable, willing parties in an arm’s length transaction.” Nilai wajar ini digunakan untuk mengukur:
a)      Satu asset
b)      Sekelompok asset
c)      Satu liabilitas
d)     Sekelompok liabilitas
e)      Konsiderasi bersih dari satu atau lebih aset dikurangi satu atau lebih liabilitas terkait
f)       Satu segmen atau divisi dari sebuah entitas
g)      Satu lokasi atau wilayah dari suatu entitas
h)      Satu keseluruhan entitas
Yang dimaksud dengan pengukuran di atas bukan merupakan pengukuran awal. Untuk pengukuran awal (saat aset diakuisisi atau liabilitas muncul), entitas tetap menggunakan dasar harga pada saat terjadinya transaksi. Setelah pengukuran awal (biasa disebut sebagai pengukuran setelah pengukuran awal), yaitu saat pelaporan keuangan (dan untuk pelaporan seterusnya, selama aset masih dikuasai), entitas boleh memilih model harga (berdasar historical cost) atau model revaluasi (berdasar nilai wajar) untuk mengukur pos-pos laporan keuangannya.
Menurut Suwardjono (2008;475) fair value adalah jumlah rupiah yang disepakati untuk suatu obyek dalam suatu tranksaksi antara pihak-pihak yang berkehendak bebas tanpa tekanan atau keterpaksaan. IAI dalam buletin teknis no.3, Paragraf PA84 manyatakan bahwa: Dasar dari definisi fair value adalah asumsi bahwa entitas merupakan unit yang akan beroperasi selamanya tanpa ada intensi atau keinginan untuk melikuidasi, untuk membatasi secara material skala operasinya atau transaksi dengan persyaratan yang merugikan. Dengan demikian, fair value bukanlah nilai yang akan diterima atau dibayarkan entitas dalam suatu transaksi yang dipaksakan, likuidasi yang dipaksakan, atau penjualan akibat kesulitan keuangan.
Kelebihan
Penggunaan fair value dalam akuntansi finansial memiliki kelebihan:
a)      Relevance
Banyak orang percaya bahwa standard akuntansi historical cost telah banyak kehilangan relevansinya karena kegagalannya mengukur realitas ekonomi. Hampir semua orang setuju bahwa peristiwa ekonomi – yaitu, kejadian yang mengubah waktu kapan arus kas diterima dan jumlahnya yang akan datang – harus tercermin (terungkap) dalam laporan keuangan lembaga. Akan tetapi, seringkali model historical cost hanya mengukur transaksi sudah selesai dan gagal mengakui adanya perubahan nilai riil lain yang dapat terjadi.
b)      Reliability.
Masalah yang selalu ada yang tidak dapat dihindari adalah bahwa model akuntansi berdasarkan historical cost tidak mengakui adanya perubahan nilai bersifat ekonomis, dan cenderung membiarkan perusahaan memilih sendiri apakah dan kapan mengakui adanya perubahan tersebut. Ini mendorong adanya bias dalam pemilihan apa yang dilaporkan, dan memperburuk kompromi kenetralan dan dipercayainya informasi keuangan.
Kelemahan
Kelemahan penggunaan fair value antara lain: 
a)      Fair value berusaha menyediakan informasi yang transparan dengan menilai aset pada tingkat harga yang dihasilkan jika segera dilikuidasi-sehingga sangat sensitif terhadap pasar.
b)      Akuntansi fair value bekerja melalui akuntansi mark-to-market (MTM), yaitu aset dicantumkan pada harga pasar mereka jika diperdagangkan secara terbuka. Menggunakan akuntansi mark-to-market akan berakibat perubahan yang terus-menerus pada laporan keuangan perusahaan ketika nilai aset mengalami kenaikan dan penurunan serta laba dan rugi yang dicatat. Hal ini membuat semakin sulit untuk memastikan apakah laba dan rugi diakibatkan oleh keputusan bisnis yang dibuat manajemen atau oleh perubahan yang terjadi di pasar.
B.   Analisis Masalah
Perbandingan Historical Value dan  Fair Value
Terdapat perbandingan antara historical value menjadi fair value yaitu di mana suatu informasi dalam laporan keuangan dinyatakan memiliki relevansi jika informasi tersebut mampu mempengaruhi keputusan investor dan informasi dinyatakan memiliki reliabilitas yang tinggi jika informasi tersebut sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan dapat diuji kebenarannya oleh pihak lain. Akuntan meyakini bahwa jika laporan keuangan mampu memenuhi kedua karakteristik tersebut, maka laporan keuangan akan berguna dalam pengambilan keputusan investasi.
Dengan menggunakan historical costing dipandang akan mengurangi aspek kualitas relevansi. Sehingga laporan keuangan tidak dapat digunakan dalam pengambilan keputusan. Oleh sebab itu fair value muncul untuk mengatasi kekurangan historical cost. Namun fair value tidak dapat sepenuhnya berguna untuk pengambilan keputusan karena tidak memiliki reliabilitas. Baik historical cost maupun fair value mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing. Karena perdebatan ini maka historical cost sampai sekarang masih digunakan.
Dalam biaya historis, mengabaikan jumlah aset yang dapat dijual di pasar terbuka, yang disebut nilai wajar, sampai aset tersebut benar-benar dijual. Perusahaan ini membawa aset di neraca sebesar biaya pembelian dikurangi akumulasi penyusutan setiap diambil. Pada saat penjualan, perusahaan mencatat keuntungan atau kerugian terhadap biaya pembelian aset dikurangi dengan penyusutan jika berlaku.
Nilai wajar, juga disebut harga wajar, adalah konsep yang digunakan dalam akuntansi dan ekonomi, yang didefinisikan sebagai perkiraan rasional dan tidak biasa dari harga pasar potensial layanan, baik, atau aset, dengan faktor-faktor obyektif seperti:
1.       Akuisisi / produksi / biaya distribusi, biaya penggantian, atau biaya-biaya penggantian dekat sebenarnya utilitas pada tingkat tertentu dari pengembangan kemampuan produktif sosial.
  1. Pasokan vs permintaan

BAB III
PENUTUP
A.   Kesimpulan
Historical cost jika dikaitkan dengan karakteristik kualitatif laporan keuangan, tingkat keterandalan (reliability) tinggi, namun keberpautan (relevance) rendah. Hal ini dikarenakan dasar dari pencatatan adalah bukti transaksi yang telah terjadi di masa lalu. Transaksinya sudah terjadi dan dapat dibuktikan, membuat keterandalan tinggi. Namun transaksi itu terjadi di masa lalu sehingga keberpautan rendah. Jika dilihat secara konseptual, akuntansi merupakan alat untuk ‘mengcapture‘ kejadian-kejadian ekonomik dalam suatu entitas dan melaporkannya dalam laporan keuangan. Sehingga dapat dikatakan bahwa akuntansi diciptakan sebagai alat pelaporan kejadian ekonomik historis.
Jika dibandingkan dengan historical cost, fair value tingkat keterandalan lebih rendah namun keberpautan tinggi. Hal ini dikarenakan fair value tidak didasarkan pada keterjadian transaksi (transaksi belum terjadi) namun berdasar pada nilai perusahaan saat ini jika transaksi dilakukan (misalnya harga dalam jual beli mengikat, harga pasar aktif terkini, harga pasar sejenis, atau berdasar model perhitungan yang dijustifikasi oleh appraisal). Sehingga, karena transaksi tidak terjadi dan tidak ada bukti transaksi, fair value tingkat keterandalannya lebih rendah. Namun, fair value menunjukkan nilai terkini sehingga keberpautan tinggi.


DAFTAR PUSTAKA

Bragg, Steven. “The Cost Principle”.  http://www.accountingtools.com/cost-principle (diakses 2013)

Handoko. “International Financial Reporting Standards (IFRS) = Fair Value”. http://rogonyowosukmo.wordpress.com/2011/12/28/ifrs-fair-value/ (diakses 28 Desember 2011)

Suwardjono. 2008. Teori Akuntansi Perekayasaan Pelaporan Keuangan. Yogyakarta : BPFE

Wardhani, Galuh. “Compare Historical Cost Principle VS Fair Value Accounting”. http://galuhwardhani.wordpress.com/2012/04/18/compare-historical-cost-principle-vs-fair-value-accounting-membandingkan-prinsip-biaya-dengan-akuntansi-nilai-wajar/ (diakses 18 April 2012)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar