BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Secara umum laporan keuangan disusun
berdasarkann model historical cost yaitu
menggunakan harga pada saat transaksi dan berasumsi bahwa harga-harga stabil. Penyusunan
laporan keuangan berdasarkan modelhistorical cost ini tidak akan mencerminkan
adanya perubahan daya beli sehingga laporan keuangan kurang mampu mencerminkan
keadaan yang sebenarnya jika terjadi perubahan. Hal ini akan menyebabkan
laporan keuangan kehilangan keakuratan maupun ketelitiannya. Laporan keuangan
tersebut kurang sesuai jika digunakan sebagai dasar pegambilan keputusan
sehingga pihak ekstern maupun pihak intern perusahaan dapat kehilangan kepercayaan
terhadap laporan keuangan.
Terjadinya inflasi yang cukup tinggi
akan menyebabkan semakin tinggi ketidakakuratan laporan keuangan yang
dihasilkan. Agar dapat mencerminkan keadaan yang sebenarnya atau paling tidak
mendekati keadaan yang sebenarnya, laporan keuangan dapat disusun dengan
menggunakan tingkat harga umum (fair
value).
Semakin tinggi tingkat inflasi maka
semakin besar perbedaan yang dihasilkan antara laporan keuangan yang disusun
berdasarkan nilai historis (historical
cost) dengan laporan keuangan yang disusun
berdasarkan tingkat harga umum (fair value).
Jika inflasi dan perubahan harga yang terjadi tidak terlalu tinggi maka
perbedaan tersebut tidak terlalu besar atau bahkan tidak terjadi.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana
perbandingan antara Historical Cost dan Fair Value?
C.
Tujuan
Penulisan
Untuk mengetahui
gambaran perbandingan antara Historical Cost dan Fair Value.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Tinjauan Pustaka
1.
Historical Cost
Pengertian
Menurut
Suwardjono (2008;475) historical cost
merupakan rupiah kesepakatan atau harga pertukaran yang telah tercatat dalam
sistem pembukuan. Prinsip historical cost menghendaki digunakannya harga
perolehan dalam mencatat aktiva, utang, modal dan biaya.
Maksud
dari harga perolehan adalah harga pertukaran yang disetujui oleh kedua belah
pihak yang tersangkut dalam tranksaksi. Harga perolehan ini harus terjadi pada
seluruh traksaksi diantara kedua belah pihak yang bebas. Harga pertukaran ini
dapat terjadi pada seluruh tranksaksi dengan pihak ekstern, baik yang
menyangkut aktiva, utang, modal dan transaksi lainnya.
Akuntansi,
biaya historis adalah nilai moneter dari ekonomi asli didasarkan pada asumsi biaya historis dari unit
pengukuran yang stabil. Dalam beberapa keadaan, aktiva dan kewajiban dapat
ditampilkan pada biaya historis, seakan tidak ada perubahan nilai sejak tanggal
akuisisi.
Kelebihan
Penggunaan historical cost dalam akuntansi
finansial memiliki kelebihan:
a)
Relevan dalam pembuatan keputusan ekonomi. Bagi manajer dalam
membuat keputusan masa depan diperlukan data transaksi masa lalu.
b)
Nilai historis yang berdasarkan data obyektif dapat dipercaya,
dapat diaudit dan lebih sulit untuk memanipulasi bila
dibandingkan dengan nilai yang lain seperti current cost ataupun
replecement cost.
c)
Karena telah disepakati berlakunya prinsip akuntansi pada
penggunaan historical
cost memudahkan untuk
melakukan perbandingan baik antara industri maupun antar waktu untuk suatu
industri.
Kelemahan
Kelemahan penggunaan
nilai historis antara lain:
a)
Adanya pembebanan biaya yang terlalu kecil karena pendapatan untuk
suatu hal tertentu pada saat tertentu akan dibebani biaya yang didasarkan pada
suatu nilai uang yang telah ditetapkan beberapa periode yang lalu pada saat
pencatatan terjadinya biaya tersebut.
b) Nilai aktiva yang
dicatat dalam neraca akan mempunyai nilai yang lebih rendah apabila
dibandingkan dengan perkembangan harga daya beli uang terakhir. Di samping itu
juga terjadi perubahan-perubahan kurs yang cepat atas aktiva dan pasiva dalam
valuta asing yang dikuasai perusahaan sehingga mengalami kesulitan dalam
perhitungan selisih kurs yang tepat
c) Alokasi biaya untuk
depresiasi, amortisasi akan dibebankan terlalu kecil dan mengakibatkan laba
dihitung terlalu besar.
d) Laba/rugi yang terjadi
yang dihasilkan oleh perhitungan laba/rugi yang didasarkan pada asumsi adanya
stable monetary unit tersebut tidaklah riil apabila diukur dengan perkembangan
daya beli uang yang sedang berlangsung.
e) Adanya stable monetary
unit. Perusahaan tidak akan mempertahankan real capital-nya dan ada
kecenderungan terjadinya kanibalisme terhadap modal sehubungan dengan
pembayaran pajak perseroan dan pembagian laba yang lebih besar daripada
semestinya.
f) Menyalahi mathematical
principle karena berbagai himpunan yang tidak sama dijumlahkan menjadi
satu.
g) Di samping hal-hal di atas akan timbul
kesulitan-kesulitan bagi manajemen perusahaan apabila harus mendasarkan pada
laporan akuntansi yang disusun atas dasar asumsi.
2.
Fair Value
Pengertian
Sejak
akuntansi pertama kali ditemukan, pelaporan keuangan telah diatur sedemikian
rupa sehingga laporan keuangan dapat menyajikan informasi yang benar-benar
dapat diandalkan untuk pengambilan keputusan. Namun seiring dengan berjalannya
waktu, akuntan menemukan banyak celah dalam pendekatan-pendekatan pelaporan
keuangan yang telah ada, untuk melakukan fraud (kecurangan).
Hal
ini merupakan salah satu sebab munculnya pengaturan akuntansi baru yang
berbasis prinsip yaitu IFRS (International Financial Reporting Standard). Dalam
IFRS dikembangkanlah pendekatan-pendekatan baru dalam pelaporan keuangan untuk
meningkatkan transparansi, akuntabilitas, dan keterbandingan laporan keuangan.
Misalnya, ditingkatkannya pengungkapan informasi kualitatif transaksi,
pengaturan untuk pelaporan keuangan menggunakan pendekatan prinsip bukan lagi
aturan, dihapusnya pos-pos luar biasa, penyajian laporan keuangan diubah untuk
mencerminkan sifat laporan keuangan, dan penggunaan pendekatan pengukuran nilai
wajar (fair value).
Nilai
wajar didefinisikan dalam IFRS sebagai, “the amount for which an asset could
be exchanged between knowledgeable, willing parties in an arm’s length
transaction.” Nilai wajar ini digunakan untuk mengukur:
a) Satu
asset
b) Sekelompok
asset
c) Satu
liabilitas
d) Sekelompok
liabilitas
e) Konsiderasi
bersih dari satu atau lebih aset dikurangi satu atau lebih liabilitas terkait
f) Satu
segmen atau divisi dari sebuah entitas
g) Satu
lokasi atau wilayah dari suatu entitas
h) Satu
keseluruhan entitas
Yang
dimaksud dengan pengukuran di atas bukan merupakan pengukuran awal. Untuk
pengukuran awal (saat aset diakuisisi atau liabilitas muncul), entitas tetap
menggunakan dasar harga pada saat terjadinya transaksi. Setelah pengukuran awal
(biasa disebut sebagai pengukuran setelah pengukuran awal), yaitu saat
pelaporan keuangan (dan untuk pelaporan seterusnya, selama aset masih
dikuasai), entitas boleh memilih
model harga (berdasar historical cost) atau model revaluasi (berdasar
nilai wajar) untuk mengukur pos-pos laporan keuangannya.
Menurut
Suwardjono (2008;475) fair value
adalah jumlah rupiah yang disepakati untuk suatu obyek dalam suatu tranksaksi
antara pihak-pihak yang berkehendak bebas tanpa tekanan atau keterpaksaan. IAI
dalam buletin teknis no.3, Paragraf PA84 manyatakan bahwa: Dasar dari definisi fair value adalah asumsi bahwa entitas
merupakan unit yang akan beroperasi selamanya tanpa ada intensi atau keinginan
untuk melikuidasi, untuk membatasi secara material skala operasinya atau
transaksi dengan persyaratan yang merugikan. Dengan demikian, fair value bukanlah nilai yang akan
diterima atau dibayarkan entitas dalam suatu transaksi yang dipaksakan,
likuidasi yang dipaksakan, atau penjualan akibat kesulitan keuangan.
Kelebihan
Penggunaan fair
value dalam akuntansi finansial memiliki kelebihan:
a)
Relevance
Banyak
orang percaya bahwa standard akuntansi historical cost telah banyak
kehilangan relevansinya karena kegagalannya mengukur realitas ekonomi. Hampir
semua orang setuju bahwa peristiwa ekonomi – yaitu, kejadian yang mengubah
waktu kapan arus kas diterima dan jumlahnya yang akan datang – harus tercermin
(terungkap) dalam laporan keuangan lembaga. Akan tetapi, seringkali model
historical cost hanya mengukur transaksi sudah selesai dan gagal mengakui
adanya perubahan nilai riil lain yang dapat terjadi.
b)
Reliability.
Masalah
yang selalu ada yang tidak dapat dihindari adalah bahwa model akuntansi
berdasarkan historical cost tidak mengakui adanya perubahan nilai
bersifat ekonomis, dan cenderung membiarkan perusahaan memilih sendiri apakah
dan kapan mengakui adanya perubahan tersebut. Ini mendorong adanya bias dalam
pemilihan apa yang dilaporkan, dan memperburuk kompromi kenetralan dan
dipercayainya informasi keuangan.
Kelemahan
Kelemahan penggunaan fair value antara lain:
a) Fair value berusaha menyediakan
informasi yang transparan dengan menilai aset pada tingkat harga yang
dihasilkan jika segera dilikuidasi-sehingga sangat sensitif terhadap pasar.
b) Akuntansi fair value bekerja melalui
akuntansi mark-to-market (MTM), yaitu aset dicantumkan pada harga pasar mereka
jika diperdagangkan secara terbuka. Menggunakan akuntansi mark-to-market akan
berakibat perubahan yang terus-menerus pada laporan keuangan perusahaan ketika
nilai aset mengalami kenaikan dan penurunan serta laba dan rugi yang dicatat.
Hal ini membuat semakin sulit untuk memastikan apakah laba dan rugi diakibatkan
oleh keputusan bisnis yang dibuat manajemen atau oleh perubahan yang terjadi di
pasar.
B.
Analisis
Masalah
Perbandingan
Historical Value dan Fair Value
Terdapat perbandingan antara historical value menjadi
fair value yaitu di mana suatu informasi dalam laporan keuangan
dinyatakan memiliki relevansi jika informasi tersebut mampu mempengaruhi
keputusan investor dan informasi dinyatakan memiliki reliabilitas yang tinggi
jika informasi tersebut sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan dapat diuji
kebenarannya oleh pihak lain. Akuntan meyakini bahwa jika laporan keuangan
mampu memenuhi kedua karakteristik tersebut, maka laporan keuangan akan berguna
dalam pengambilan keputusan investasi.
Dengan
menggunakan historical costing dipandang akan mengurangi aspek kualitas
relevansi. Sehingga laporan keuangan tidak dapat digunakan dalam pengambilan
keputusan. Oleh sebab itu fair value muncul untuk mengatasi kekurangan historical
cost. Namun fair value tidak dapat sepenuhnya berguna untuk
pengambilan keputusan karena tidak memiliki reliabilitas. Baik historical
cost maupun fair value mempunyai kelebihan dan kekurangan
masing-masing. Karena perdebatan ini maka historical cost sampai
sekarang masih digunakan.
Dalam
biaya historis, mengabaikan jumlah aset yang dapat dijual di pasar terbuka,
yang disebut nilai wajar, sampai aset tersebut benar-benar dijual. Perusahaan
ini membawa aset di neraca sebesar biaya pembelian dikurangi akumulasi
penyusutan setiap diambil. Pada saat penjualan, perusahaan mencatat keuntungan
atau kerugian terhadap biaya pembelian aset dikurangi dengan penyusutan jika
berlaku.
Nilai
wajar, juga disebut harga wajar, adalah konsep yang digunakan dalam akuntansi
dan ekonomi, yang didefinisikan sebagai perkiraan rasional dan tidak biasa dari
harga pasar potensial layanan, baik, atau aset, dengan faktor-faktor obyektif
seperti:
1. Akuisisi / produksi / biaya
distribusi, biaya penggantian, atau biaya-biaya penggantian dekat sebenarnya
utilitas pada tingkat tertentu dari pengembangan kemampuan produktif sosial.
- Pasokan vs permintaan
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Historical
cost jika dikaitkan dengan karakteristik kualitatif laporan keuangan, tingkat
keterandalan (reliability) tinggi, namun keberpautan (relevance) rendah. Hal
ini dikarenakan dasar dari pencatatan adalah bukti transaksi yang telah terjadi
di masa lalu. Transaksinya sudah terjadi dan dapat dibuktikan, membuat
keterandalan tinggi. Namun transaksi itu terjadi di masa lalu sehingga keberpautan
rendah. Jika dilihat secara konseptual, akuntansi merupakan alat untuk
‘mengcapture‘ kejadian-kejadian ekonomik dalam suatu entitas dan melaporkannya
dalam laporan keuangan. Sehingga dapat dikatakan bahwa akuntansi diciptakan
sebagai alat pelaporan kejadian ekonomik historis.
Jika
dibandingkan dengan historical cost, fair value tingkat keterandalan lebih
rendah namun keberpautan tinggi. Hal ini dikarenakan fair value tidak
didasarkan pada keterjadian transaksi (transaksi belum terjadi) namun berdasar
pada nilai perusahaan saat ini jika transaksi dilakukan (misalnya harga dalam
jual beli mengikat, harga pasar aktif terkini, harga pasar sejenis, atau
berdasar model perhitungan yang dijustifikasi oleh appraisal). Sehingga, karena
transaksi tidak terjadi dan tidak ada bukti transaksi, fair value tingkat
keterandalannya lebih rendah. Namun, fair value menunjukkan nilai terkini
sehingga keberpautan tinggi.
DAFTAR
PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar