BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
Kemajuan
teknologi yang sangat pesat, pada perusahaan manufaktur mengakibatkan
berkurangnya pemakaian tenaga kerja langsung disatu sisi, namun disisi lain
memerlukan pengeluaran investasi yang relative besar untuk menggunakan
peralatan modern. Karena keterbatasan dana masih banyak perusahaan yang
menggunakan prosedur yang tradisional untuk menghadapi kemajuan teknologi itu
sendiri. Namun masyarakat di Negara maju seperti Jepang khususnya komunitas
manufaktur mulai mengembangkan suatu system yang disebut Just In Time, dimana
sistem ini dilatar belakangi oleh pemborosan- pemborosan tenaga kerja, ruangan
dan waktu industri, yang terjadi dikarenakan adanya persediaan (inventory) sehingga biaya produksi
menjadi lebih tinggi.
Keunggulan
suatu perusahaan terhadap para pesaingnya ditentukan oleh faktor-faktor
yaitu waktu, mutu, biaya dan sumber daya manusia. Waktu merupakan salah satu
faktor penentu unggulan daya saing. Jika suatu perusahaan ingin unggul dari
faktor waktu maka perusahaan harus dapat melayani permintaan konsumen tepat
waktu, mengeliminasi atau mengurangi waktu untuk aktivitas yang tidak bernilai
tambah, dan mengefisiensikan waktu untuk aktivitas bernilai tambah. Salah satu
alat agar perusahaan mempunyai keunggulan dari segi faktor waktu adalah dengan
mengembangkan dan menerapkan konsep-konsep JIT.
Operasi JIT merupakan
suatu pendekatan untuk mengidentifikasi dan mengeliminasi segala macam sumber
pemborosan dalam aktivitas produksi, dengan memberikan komponen produksi yang
tepat serta pada waktu dan tempat yang tepat. Dalam pengertian luas, JIT adalah
suatu filosofi tepat waktu yang memusatkan pada aktivitas yang diperlukan oleh
segmen-segmen internal lainnya dalam suatu organisasi.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Tinajuan
Pustaka
2.1.1 Defenisi Just In Time (JIT)
Just
In Time merupakan filosofi pemanufakturan yang memiliki implikasi penting dalam manajemen biaya. Ide dasar Just In Time
sangat sederhana, yaitu berproduksi hanya
apabila ada permintaan (full system) atau dengan kata lain hanya memproduksi sesuatu yang diminta, pada saat diminta, dan
hanya sebesar kuantitas yang diminta.
Prinsip
dasar Just In Time adalah peningkatan kemampuan perusahaan secara terus menerus untuk merespon perubahan dengan
minimisasi pemborosan. Menurut Henri
Simamora dalam bukunya Akuntansi Manajemen, Just In Time adalah
suatu keseluruhan filosofi operasi manajemen dimana segenap sumber daya,
termasuk bahan baku dan suku cadang, personalia, dan
fasilitas dipakai sebatas dibutuhkan.
2.1.2 Tujuan Strategis Just In Time (JIT)
Tujuan dari adanya manajemen menggunakan dan mengembangkan konsep
manajemen Just In Time dalam perusahaan dapat dirangkum atas beberapa
aspek. Adapun tujuan tersebut antara lain adalah sebagai berikut:
1.
Meningkatkan efisiensi proses produksi
Peningkatan efisiensi dapat dilakukan terutama melalui pengurangan
persediaan barang sehingga mengakibatkan pengurangan biaya persediaan, atau
dengan kata lain meningkatkan perputaran modal. Biaya persediaan ini sangat
tinggi, berkisar antara 20 persen–40 persen dari harga barang pertahun.
Efisiensi didapat juga dengan cara mendesain pabrik sedemikian rupa sehingga
proses produksi dapat dilakukan dengan lebih cepat dan aman.
2.
Meningkatkan daya kompetisi
Meningkatnya efisiensi dalam proses produksi dengan sendirinya akan
meningkatkan daya saing perusahaan. Hal ini dianggap salah satu tujuan yang
paling penting, yaitu suatu tujuan strategis, karena peningkatan efisiensi
berarti penurunan biaya dan ini memungkinkan perusahaan untuk tetap bertahan
dalam persaingan pasar.
3.
Meningkatkan mutu barang
Kemitraan pembeli (perusahaan) – penjual (penyedia bahan baku) yang dibina dan berlangsung dalam jangka
panjang selalu berusaha untuk melakukan perbaikan secara terus menerus dalam
hal mutu dan biaya barang. Mutu tinggi dari suku cadang atau komponen yang
dipasok oleh pemasok pada gilirannya akan meningkatkan mutu barang yang
diproduksi oleh perusahaan. Kemitraan penjual pembeli memungkinkan melakukan
pengendalian mutu suku cadang atau komponen dengan lebih murah dan lebih
handal.
4.
Mengurangi pemborosan
Pengurangan pemborosan terutama dalam bentuk barang yang terbuang,
karena pada hakekatnya pemborosan adalah biaya.
Tujuan
tersebut dapat dicapai dengan cara :
1. Mengeliminasi atau mengurangi
persediaan
2. Meningkatkan mutu
3. Mengendalikan aktivitas supaya biaya
rendah (sehingga memungkinkan harga jual rendah dan laba meningkat)
4. Memperbaiki kinerja pengiriman.
2.1.3
Kelemahan Just In Time (JIT)
Satu kelemahan sistem JIT adalah, tingkatan order ditentukan oleh data
permintaan historis. Jika permintaan naik melebihi dari rata-rata perencanaan
historis maka inventori akan habis dan akan mempengaruhi tingkat pelayanan
konsumen.
Perlu kita ketahui
bahwa pengimplementasian konsep Just In Time (JIT) dalam perusahaan juga tidak
mudah. Kegiatan produksi akan terhenti dan tenggang waktu pengiriman tidak
terpenuhi apabila salah satu komponen bahan penting hilang atau ditemukan
cacat. Sedangkan pemasok harus mampu menyerahkan bhan baku yang bebas dari
cacat pada waktu dan jumlah yang tepat. Hal ini berarti perusahaan perlu
mengandalkan pemasok yang betul-betul dapat diandalkan dan juga pemasok yang
yang sanggup untuk memasok bahan baku dalam jumlah yang tepat sebelum proses
produksi dilaksanakan.
Oleh karena itu
disamping konsep Just In Time (JIT) menghasilkan
benefit yang tinggi karena aktifitas evesiensi biaya namun diiringi juga dengan
risiko yang tinggi pula. Pilihan ini tentu saja harus membuat perusahaan
berfikir lebih komprehensif sehingga perusahaan dapat mengantisipasi segala
kemungkin untuk meminimalisir risiko.
2.1.4 Filosofi
JIT
Konsep
Just In Ti me (JIT) adalah sistem manajemen fabrikasi modern yang dikembangkan
oleh perusahaan-perusahaan terbaik yang ada di Jepang, sejak awal tahun 1970an,
JIT pertama kali dikembangkan dan disempurnakan di pabrik Toyota Manufacturing oleh
Taiichi Ohno, oleh karena itu Taiichi Ohno sering disebut sebagai bapak JIT,
Konsep JIT berprinsip hanya memproduksi jenis-jenis barang yang diminta
(what) sejumlah yang diperlukan (How much) dan pada saat dibutuhkan (When) oleh
konsumen.
Just
In Time (JIT) merupakan keseluruhan filosofi dalam operasi
manajemen dimana segenap sumber daya, termasuk bahan baku dan suku
cadang, personalia, dan fasilitas dipakai sebatas dibutuhkan.
Tujuannya adalah untuk mengangkat produktifitas dan mengurangi pemborosan.
Fujio Cho
dari Toyota mendefinisikan pemborosan (waste) sebagai: Segala sesuatu
yang berlebih, di luar kebutuhan minimum atas peralatan, bahan, komponen,
tempat, dan waktu kerja yang mutlak diperlukan untuk proses nilai tambah suatu
produk.
Dalam bahasa sederhanya pengertian
pemborosan adalah segala sesuatu tidak memberi nilai tambah itulah
pemborosan.
Ada 5 jenis pemborosan yang perlu
diidentifikasi dalam Just In Time (JIT):
1. Waktu pemrosesan : waktu aktual
untuk menghasilkan suatu produk.
2. Waktu pindah : waktu yang digunakan
untuk memindahkan dari satu departemen ke depatemen yang lain.
3. Waktu inspeksi : waktu yang digunakan untuk menentukan
produk rusak atau mengerjakan ulang produk yang rusak tsb
4. Waktu tunggu : waktu yang dihabiskan
suatu produk karena menunggu untuk dikerjakan ketika sampai pada departemen
berikutnya
5. Waktu penyimpanan : waktu yang
dibutuhkan suatu produk baik dalam gudang penyimpanan persedianan setengah jadi
maupun setelah barang jadi sampai di gudang.
2.1.4 Perbandingan
Sistem Just In Time (JIT) dan Tradisional
JIT
|
TRADISIONAL
|
10. Total quality control (TQC)
|
10. Acceptable quality level (AQL)
|
1. Sistem tarikan dibanding sistem
dorongan
Sistem
tarikan adalah system penentuan aktivitas-aktivitas berdasar atas permintaan
konsumen, baik konsumen internal maupun konsumen eksternal. Sebagai contoh
dalam perusahaan pemanufakturan permintaan konsumen melalui aktivitas penjualan
menentukan aktivitas produksi, dan aktivitas produksi menentukan aktivitas
pembelian.
System
dorongan adalah system penentuan aktivitas-aktivitas berdasar dorongan
aktivitas-aktivitas sebelumnya. Pembelian bahan melalui aktivitas pembelian
mendorong aktivitas produksi, dan aktivitas produksi mendorong aktivitas
penjualan.
2. Persediaan tidak signifikan
dibanding persediaan signifikan
Karena JIT
menggunakan system tarikan maka dapat mengurangi persediaan menjadi tidak
signifikan atau dengan kata lain dikurangi sampai tingkat minimum persediaan
yaitu 0 .
Sebaliknya,
dalam system tradisional, karena menggunakan system dorongan maka persediaan
jumlanya signifikan sebagai akibat jumlah bahan yang dibeli melebihi kebutuhan
produksi, jumlah produk yang diproduksi melebihi permintaan konsumen dan perlu
adanya persediaan penyangga. Persediaan penyangga diperlukan jika permintaan
konsumen melebihi jumlah produksi dan jumlah bahan yang digunakan untuk
produksi melebihi jumlah bahan yang dibeli.
3. Basis pemasok sedikit dibanding
basis pemasok banyak
JIT hanya
menggunakan pemasok dalam jumlah sedikit untuk mengurangi atau mengeliminasi
aktivitas-aktivitas tidak bernilai tambah, memperoleh bahan yang bermutu tinggi
dan berharga murah.
Sedangkan
system tradisional menggunakan banyak
pemasok untuk memperoleh harga yang murah dan mutu yang baik, tapi akibatnya
banyak aktivitas-aktivitas tidak bernilai tambah dan untuk memperoleh harga
yang lebih murah harus dibeli bahan dalam jumlah yang banyak atau mungkin
dengan mutu yang rendah.
4. Kontrak jangka panjang dibanding
kontrak jangka pendek
JIT
menerapkan kontrak jangka panjang dengan beberapa pemasoknya guna membangun
hubungan baik yang saling menguntungkan sehingga dapat dipilih pemasok yang
memasok bahan berharga murah, bermutu tinggi, berkinerja pengiriman tepat waktu
dan tepat jumlah serta dapat mengurangi frekuensi pemesanan.
Sedangkan
tradisional menerapkan kontrak-kontrak jangka pendek dengan banyak pemasok
sehingga untuk memperoleh harga murah harus dibeli dalam jumlah yang banyak
atau mungkin mutunya rendah.
5. Struktur seluler dibanding struktur
departemen
Struktur
seluler dalam JIT adalah pengelompokan mesin-mesin dalam satu keluarga,
biasanya kedalam struktur semilingkaran atau huruf “U” sehingga satu sel
tertentu dapat digunakan untuk melakukan pengolahan satu jenis atau satu keluarga
produk tertentu secara berurutan. Setiap sel pemanufakturan pada dasarnya
merupakan pabrik mini atau pabrik di dalam pabrik. Penggunaan struktur seluler
ini dapat mengeliminasi aktivitas, waktu, dan biaya yang tidak bernilai
tambah.
Sedangkan
struktur departemen dalam system departemen adalah struktur pengolahan produk
melalui beberapa departemen produksi sesuai dengan tahapan-tahapannya dan
memerlukan beberapa departemen jasa yang memasok jasa bagi departemen produksi.
Akibatnya struktur departemen menimbulkan aktivitas-aktivitas serta waktu dan
biaya-biaya tidak bernilai tambah dalam jumlah besar.
6. Karyawan berkeahlian ganda dibanding
karyawan terspesialisasi
System JIT
yang menggunakan system tarikan waktu “bebas” harus digunakan oleh karyawan
struktur seluler untuk berlatih agar berkeahlian ganda sehingga ahli dalam
berproduksi dan dalam bidang-bidang jasa tertentu misalnya pemeliharaan
pencegahan, reparasi, setup, inspeksi mutu.
Sedangkan pada system tradisional system
karyawan terspesialisasi berdasarkan departemen tempat kerjanya misalnya
departemen produksi atau departemen jasa. Karyawan pada departemen jasa
terspesialisasi pada aktivitas penangan bahan, listrik, reparasi, dan
pemeliharaan, karyawan pada departemen produksi terspesialisasi pada aktivitas
pencampuran, peleburan, pencetakan, perakitan, dan penyempurnaan.
7. Jasa terdesentralisasi dibanding
jasa tersentralisasi
System
tradisional mendasarkan pada system spesialisasi sehingga jasa tersentralisasi
pada masing-masing departemen jasa. Sedangkan pada system JIT jasa
terdesentralisasi pada masing-masing struktur seluler, para karyawan selain
ditugaskan untuk berproduksi tapi juga harus ditugaskan pada pekerjaan jasa
yang secara langsung mendukung produksi dalam struktur selulernya.
8. Keterlibatan tinggi dibanding
keterlibatan rendah
Dalam
system tradisional, keterlibatan dan pemberdayaan karyawan relative rendah
karena karyawan fungsinya melaksanakan perintah atasan. Sedangkan dalam system
JIT manajemen harus dapat memberdayakan para karyawannya dengan cara melibatkan
mereka atau memberi peluang pada mereka untuk berpartisipasi dalam manajemen
organisasi. Menurut pandangan JIT, peningkatan keberdayaan dan keterlibatan
karyawan dapat meningkatkan produktviitas dan efisiensi biaya secara
menyeluruh. Para karyawan dimungkinkan untuk membuat keputusan mengenai
bagaimana pabrik beroperasi.
9. Gaya pemberi fasilitas dibanding
gaya pemberi perintah
System
tradisional umumnya menggunakan gaya manajemen sebagai atasan karena fungsi
utamanya adalah memerintah para karyawannya untuk melaksanakan kegiatan.
Sedangkan pada system JIT memerlukan keterlibatan karyawan sehingga mereka dapat
diberdayakan, maka gaya manajemen yang cocok adalah sebagai fasilitator dan
bukanlah sebagai pemberi perintah.
10. TQC dibanding AQL
TQC (Total Quality Control) dalam
JIT adalah pendekatan pengendalian mutu yang mencakup seluruh usaha secara
berkesinambungan dan tiada akhir untuk menyempurnakan mutu agar tercapai
kerusakan nol atau bebas dari kerusakan. Produk rusak haruslah dihindari karena
dapat mengakibatkan penghentian produksi dan ketidakpuasan konsumen.
Sedangkan AQL (Accepted Quality
Level) dalam system tradisional adalah pendekatan pengendalian mutu yang
memungkinkan atau mencadangkan terjadinya kerusakan namun tidak boleh melebihi
tingkat kerusakan yang telah ditentukan sebelumnya.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
JIT
(Just In Time) merupakan suatu system yang dikembangkan atas dasar
perbaikan dari kekurangan pada system tradisional. Dimana dalam langkah JIT
(Just In Time) pemborosan yang terjadi dalam system tradisional berusaha untuk
mengeliminasi pemborosan-pemborosan biaya yang timbul akibat banyaknya waktu
yang digunakan dalam memproduksi suatu barang sehingga perusahaan dapat
meningkatkan laba dan memperbaiki posisi persaingan perusahaan.
3.2 Saran
Perbandingan
System Tradisional dengan Sistem JIT (Just In Time) diketahui bahwa Sistem JIT
(Just In Time) memiliki keunggulan dalam penghematan waktu dan
biaya dalam memproduksi barang. Oleh karena itu Manajemen Perusahaan sebaiknya
mengambil keputusan untuk menggunakan Sistem JIT (Just In Time) dalam
menjalankan kegiatan operasional perusahaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar